MODERASI ISLAM DI INDONESIA DALAM MEMAHAMI PERBEDAAN PANDANGAN DAN SIKAP KEBERAGAMAAN
Oleh: Ade Budiman*
Pendahuluan
Islam telah masuk ke Indonesia diperkirakan oleh para sejarawan yaitu pada abad ke-13 M (Teori Snouck Hurgronje), walaupun ada yang berpendapat pada abad ke-7 M (Teori Mekkah), dengan bukti terdapatnya perkampungan muslim dipantai barat sumatera, yang jelas ajarannya telah masuk dan berlangsung secara damai serta menyesuaikan dengan adat serta istiadat penduduk lokal. Kendatipun pada masa tersebut penduduk Indonesia mayoritas masih memeluk ajaran Hindu yang menganut paham akan kasta, namun dengan hadirnya ajaran Islam yang rahmatan lil’alamiin, tidak mengenal perbedaan kasta membuat ajaran ini sangat diterima penduduk lokal. Begitupula halnya dengan Kristen-Katolik masuk diperkirankan pada abad ke-16 M yang disebarkan bersamaan dengan kedatangan bangsa Portugis di Maluku.
Dengan kehadiran Islam dimasa lampau dan keberagaman agama, suku ras yang terdapat di Indonesia, menjadikannya sebagai negeri yang masyarakatnya majemuk (plural), dengan kadar toleransi keagamaan yang tinggi, bahkan disertai anggapan-anggapan unik bagi bangsa lainnya, karena salah satu bahan dasar pemersatu bangsa indonesia ialah dengan keberadaan Pancasila sebagai Ideologi negara (Nurcholis Madjid:1992), sebagai titik tolak kebangsaan dan keberagamaan di Indonesia, hal ini disebabkan hampir semua agama terwakili dan mampu bergandengan tangan dalam hal perbedaan untuk menatap kearah Indonesia yang lebih aman, nyaman, damai dan sentosa.
Bukankan agama mengatur tata kehidupan manusia untuk mencapai ketentraman, keselamatan dan kebahagiaan?, ini berarti bahwa manusia meskipun diberi kemampuan akal untuk dapat memikirkan dan mengatur kehidupannya, sejatinya tidak dapat sepenuhnya mencapai kehidupan yang teratur tanpa adanya aturan-aturan agama. Hal ini disebabkan karena akal mempunyai keterbatasan-keterbatasan dan tidak mungkin mencapai keseluruhan kebenaran yang ada, sementara aturan-aturan agama, karena diturunkan oleh Allah SWT sebagai pencipta manusia dan semesta alam, yang dapat menunjukkan kebenaran-kebenaran hakiki yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh akal-pikiran manusia.
Ketika problematika kehidupan muncul, baik dalam skala sosial, ekonomi, pendidikan, keagamaan, politik, maka Islam di Indonesia seharusnya hadir ditengah kemelut dalam kerangka Ummatan Washatan (memahami perbedaan pandangan dan sikap), sebagai penyeimbang dari hal-hal yang memicu akan keretakan, kerenggangan, ke-disharmonisan dikalangan umat Islam itu sendiri pada khususnya, dan umat-umat agama lain pada umumnya, sehingga Islam hadir dengan nuansa penuh damai (salam), penyeimbang dalam segala hal (tawaazun), sikap tengah-tengah (tawassuth), berfikiran lurus (I’tidal), dan toleransi (Tasaamuh) dalam menginfiltrasi setiap pemikiran yang bersifat radikal-fundamental (Ifrath), dan ke-kirian/liberal (Tafrith). (Risalah ASWAJA NU:2011)
Ke-empat pilar paham keagamaan inilah, yang dijadikan prinsip dasar hidup seorang muslim di Indonesia, dengan menjungjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama, selalu bersikap lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersikap Al-Tatharruf (ekstrim). inilah yang bisa diupayakan oleh umat Islam di Indonesia dalam memahami perbedaan pandangan dan sikap dikalangan Muslim dan Non Muslim.
Terminologi dan konsepsi
Moderate berasal dari bahasa Inggris yang berarti tengah, dalam bahasa Arab disebut Al-Wasath, dalam Al-Qur’an kata Al-Wasath menggambarkan posisi umat Islam diantara umat-umat yang lainnya, sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah [2]: 143 yang artinya: “dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”. Dia adalah lawan dari kata “ekstrim” yang memiliki beberapa istilah: Al-Ifrath, Al-Tafrith, Al-Ghuluw, Al-Israaf, Al-Tasyaddud, Al-Tatharruf. Yang diartikan pada indikasi melampaui batas, dan melewati kadar sebenarnya, dengan menerjang nilai-nilai yang seharusnya menjadi pijakan, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, tidak mengikuti fithrah, membebani diri dengan sesuatu yang diluar kemampuan dan lain sebagainya
Dalam terminologinya, moderasi Islam menggambarkan; rukun Islam yang lima (dalam arti sempit) dan konsepsi Dinul Islam (dalam arti luas), yaitu pada QS. Al-Imran [3]: 19, yang artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab (sebelum Al-Qur’an), kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. Dan pada QS. Al-Imran [3]:85 yang artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi”. sebagaimana Syeikh Mahmud Shalthut mendefinisikan Islam sebagai agama Allah SWT, yang diperintahkannyauntuk mengajarkan tentang pokok-pokok serta peraturan-peraturanNya kepada Nabi Muhammad SAW, serta menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia dan mengajaknya untuk memeluknya (Endang S. Anshari:1983).
Dalam konsepsi dan substansinya, moderasi Islam diarahkan pada menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat, sebagaimana Rasulullah SAW mensabdakan pada umatnya, bahwa: “Orang yang terbaik diantara kalian bukanlah orang yang meninggalkan akhirat demi dunianya, dan bukan pula yang meninggalkan dunia demi akhiratnya” (HR. Al-Dailami dan Ibn ‘Asakir), pada hadits yang lain: “Sebaik-baiknya perkara adalah yang ditengah-tengah” (HR. Al-Baihaqi).
Agama dalam pandangan Islam, adalah aturan-aturan yang diturunkan oleh Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar mencapai kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat. Agama memberikan tuntunan yang jelas kepada manusia, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dikerjakan dan mana pula yang harus ditinggalkan, mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan. Tuntunan-tuntunan agama memberikan arah yang benar dan harus ditempuh oleh manusia, baik untuk urusan duniawi yang harus dilakukan untuk kepentingan/maslahat keduniaan, maupun untuk mempersiapkan diri mereka dalam menghadapi pertanggungjawaban dihadapan tuhan di akhirat nanti.
Manusia diciptakan bukan hanya sekedar hidup mendiami dunia ini, dengan menikmati segala yang dikaruniakan, akan tetapi memanfaatkan segala kemudahan, baik potensi alam yang berlimpah untuk bekal mereka dalam menjalani kematian sesudahnya, tanpa adanya pertanggungjawaban kepada penciptanya, akan tetapi manusia diciptakan untuk menyembah Allah SWT, dengan karunia dihidupkan dan dimatikanNya, sejatinya manusia diuji dan dinilai oleh Allah SWT, siapa diantara mereka yang pengabdian dan penghambaannya lebih tinggi yang digambarkan dalam bentuk amal-amal kebajikan dan kebaikan, sebagaiamana dalam QS. Al-Mulk [67]:2 yang artinya: “yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”
Memaknai Moderasi Islam di Era Modern
Dengan mengenal Moderasi Islam dalam konsep tekstual sebagaimana pemaparan diatas, setidaknya dalam konsep secara kontekstual di era modern pada saat sekarang ini, perlu dipahami bahwasannya Islam yang dalam pemahamannya berada ditengah-tengah (dalam artian tidak ke-kanan dan tidak ke-kiri) yaitu dalam hal ini mengikuti pengertian secara komunal, bukan berdasarkan pandangan Islam, bukan radikal dan bukan juga liberal. Moderasi Islam senantiasa menekankan keseimbangan dunia-akhirat, ruh-jasad, pikiran-hati (Samson Rahman:2007).
Sehingga untuk menunjuk Islam yang dianggap pas dengan Indonesia dalam konteks Local Wisdom (Kearifan Budaya Lokal), jika jati diri Islam di Indonesia selain mengerjakan prinsip-prinsip Islam, seperti mengimani dua kalimat syahadat, menjalankan rukun Islam, maka Islam di Indonesia adalah Islam yang toleran terhadap budaya lokal dan menyesuaikan Islam itu dengan budaya lokal, itu tidak ditemukan ditempat yang lain yaitu Islam yang ramah dengan budaya lain termasuk budaya lokal, sehingga kemudian menjadi terpadu dalam budaya indonesia. Hal tersebut bisa terjadi karena Islam di Indonesia disebarkan oleh guru-guru sufi pengembara, dimana dalam sifatnya adalah inklusif, sehingga bisa mengambil budaya lokal untuk kemudian di-Islamkan, begitu pula halnya dengan keberadaan ORMAS Islam; NU, Muhammadiyah, PERSIS, Al-Irsyad yang kesemuanya mengambil jalan tengah, yang mengakui Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, yang membuat Islam Wasliyah di Indonesia semakin kuat (Azyumardi Azra:ACIS:2010).
Islam sebagai agama Rahmatan Lil ‘Alamiin yang menjungjung tinggi Moderasi dalam keberagaman umatnya, baik dari aspek cara pandangan atau sikap hidup, dapat ditelusuri dari ajaran-ajaran yang berkaitan dengan kemanusiaan dan keadilan, Islam adalah jalan hidup (The Way of Life) yang sempurna, yang meliputi semua aspek dan dimensi dari kehidupan didunia. Secara umum, Islam memperhatikan susunan masyarakat yang adil dengan membela nasib mereka yang lemah, dalam kaitan dengan hal tersebut ajaran Islam menjamin dasar nilai kehidupan secara jelas, hal ini dengan memerintahkan dan melarang untuk melakukan sesuatu demi menjaga atau melindungi ilma hal yang dikenal dengan Maqashid Syari’ah (tujuan yang dikehendaki dalam ajaran Islam untuk kemaslahatan umat) yaitu sebagai berikut: Hifdzu Al-Din (memelihara kebebasan beragama), Hifdzu Al-‘Aql (memeliharan kebebasan nalar-berfikir), Hifdzu Al-Maal (memelihara/menjaga harta), Hifdzu Al-Nafs (memelihara hak hidup), dan Hifdz Al-Nasl (memelihara hak untuk mengembangkan keturunan). Inilah kelima prinsip dasar yang menjadikan Islam sebagai garda agama Rahmatan Lil ‘Alamiin. Maka secara jelas dalam ajarannya bersifat inklusif (terbuka) dan dari aspek ke-universalannya memberikan jaminan para pemeluknya untuk melakukan apa yang ingin dilakukan dalam memaknai Maqashid Syari’ah (tujuan yang dikehendaki dalam ajaran Islam untuk kemaslahatan umat) sesuai konteks aqidah (keyakinan) dan mu’amalah (pergaulan).
Islam memberikan bimbingan untuk setiap langkah kehidupan perorangan ataupun perkelompok masyarakat, baik materi, moral, ekonomi, politik, hukum dan kebudayaan, nasional dan internasional dan sebagainya. Konsep keadilan yang pada prinsipnya berarti pemberdayaan kaum miskin dan lemah untuk memperbaiki nasib mereka sendiri dalm sejarah manusia yang terus mengalami perubahan sosial. Moderasi Islam diupayakan kehadirannya ditengah kehidupan masyarakat agar mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam. Dengan landasan sumber kokoh dari Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan merujuk ijtihad para ulama terdahulu yang pernah digagas oleh Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Masnhur Al-Maturidi dalam bidang teologi, dan dalam bidang fikih digagas oleh keempat Imam Madzhab, dan dalam bidang tasawwuf mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawwuf dengan syariat (Khalimi:2011), kemudian diktrin keagamaan tersebut di breakdown lagi dalam berbagai aspek, baik yang sifatnya normatif maupun praktis. Wallahu A’lam Bi Al-Shawaab.
*Ketua Komisi Pendidikan & Seni Budaya Islam MUI Lebak, Pengasuh Ponpes Modern Fathi Qalbi, Binuangeun-Wanasalam, Lebak, Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Arab STAI Washilatul Falah Rangkasbitung
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق